Sabtu, 13 Maret 2010

(9) Kebudayaan suku bangsa Makassar (Bugis)

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, populasi orang Bugis-Makassar di Indonesia sebanyak 7 juta jiwa. Suku ini berasal dari Sulawesi Selatan dan menyebar pula di propinsi-propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Irian Jaya Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Riau dan Kepulauan Riau, dan bahkan sampai ke Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku Deutero-Melayu, atau Melayu muda. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata ‘Bugis’ berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis.
a. Sistem Kepercayaan/Religi
Masyarakat Bugis banyak tinggal di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Mereka penganut Islam yang taat. Masyarakat Bugis juga masih percaya dengan satu dewa tunggal yang mempunyai nama-nama sebagai berikut:
1) Patoto-e : dewa penentu nasib.
2) Dewata Seuwa-e : dewa tunggal.
3) Turie a’rana : kehendak tertinggi.
Masyarakat Bugis menganggap bahwa budaya (adat) itu keramat. Budaya (adat) tersebut didasarkan atas lima unsur pokok panngaderreng (aturan adat yang keramat dan sakral), yaitu sebagai berikut:
1) Ade (‘ada dalam bahasa Makassar).
2) Bicara.
3) Rapang.
4) Wari’.
5) Sara’.
b. Sistem Kekerabatan
Perkawinan yang ideal di Makassar sebagai berikut:
1) Assialang Marola adalah perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu baik dari pihak ayah/ibu.
2) Assialanna Memang adalah perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua baik dari pihak ayah/ ibu.
Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan anak dengan ayah/ibu dan menantu dengan mertua. Kegiatan-kegiatan sebelum perkawinan, meliputi:
1) Mappuce-puce: meminang gadis,
2) Massuro : menentukan tanggal pernikahan,
3) Maddupa : mengundang dalam pesta perkawinan.
c. Sistem Politik
Masyarakat Bugis Makassar kebanyakan mendiami Kabupaten Maros dan Pangkajene. Mereka tinggal di sebuah kampung yang terdiri atas 10 – 20 buah rumah.
Kampung pusat ditandai dengan pohon beringin besar yang dianggap keramat dan dipimpin oleh kepala kampung disebut matowa. Gabungan kampung disebut wanua sama dengan kecamatan.
Lapisan masyarakat Bugis Makassar sebelum kolonial Belanda adalah:
1) ana’ karung yaitu lapisan kaum kerabat raja,
2) to-maradeka yaitu lapisan orang merdeka,
3) ata yaitu lapisan budak.
d. Sistem Ekonomi
Mata pencaharian masyarakat Bugis-Makassar yaitu pertanian, pelayaran, dan perdagangan. Masyarakat Bugis Makassar juga telah mewarisi hukum niaga. Ammana Gappa dalam bukunya Ade’allopiloping Bicaranna Pabbalue yang ditulis pada abad ke-17, menyebutkan sambil berlayar mereka berdagang di pulau-pulau di Indonesia. Selain itu mereka juga membuat kerajinan rumah tangga seperti tenunan sarung.
e. Sistem Kesenian
Rumah Adat Bugis dibangun berdiri di atas tiang-tiang dan karenanya mempunyai kolong. Tinggi kolong disesuaikan dengan status sosial pemilik, misalnya raja, bangsawan, orang berpangkat dan rakyat biasa.
Rumah adat suku bangsa Bugis Makassar berupa panggung yang terdiri atas 3 bagian sebagai berikut:
1) Kalle balla: untuk tamu, tidur, dan makan.
2) Pammakkang: untuk menyimpan pusaka.
3) Passiringang: untuk menyimpan alat pertanian.
f. Pakaian adat
Pakaian adat khas wanita Bugis Makassar adalah baju bodo. Baju bodo berupa kain sarung yang berwarna merah hati, biru, dan hijau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar