Minggu, 14 Maret 2010

(3) Agama

a. Pengertian Agama
Agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku, yang diusahakan oleh manusia untuk menaungi masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya.
Adapun ciri-ciri untuk mengidentifikasikan agama, antara lain terdiri atas bermacam-macam ritual, doa, nyanyian, tari-tarian, dan kubur untuk memanipulasi kekuatan supranatural yang terdiri atas dewa-dewa, arwah leluhur, maupun roh-roh. Dalam semua masyarakat ada orang-orang tertentu yang memiliki pengetahuan khusus tentang makhluk-makhluk dan kegiatan ritual (keagamaan).
Semua agama mempunyai fungsi-fungsi psikologi dan sosial yang penting. Agama mengurangi kegelisahan dan menerangkan apa yang tidak diketahui. Agama menanamkan tentang baik dan jahat juga benar dan salah. Melalui upacara agama dapat digunakan untuk memantapkan pelajaran tentang tradisi lisan.
Menurut mitos, orang Indian Tewa di New Mexico muncul dari sebuah danau sebelah utara tempat kediamannya sekarang. Bagi orang Tewa segala yang ada di dunia terbagi ke dalam enam kategori, yaitu tiga kategori manusia dan tiga kategori supranatural. Kategori supranatural tersebut tidak hanya dianggap identik dengan manusia, tetapi juga sesuai dengan dunia ilmiah.
Alfonso Ortiz seorang ahli antropologi berpendapat bahwa orang Tewa menganggap bahwa agama tidak hanya logis tetapi berfungsi dalam masyarakat.
Agama orang-orang Tewa benar-benar meresapi setiap aspek kehidupan. Itulah dasar pandangan dunia orang Tewa, tentang dunia yang satu, tetapi dualistis. Di dalamnya terdapat banyak titik pertemuan yang menyebabkan keduanya dilestarikan sebagai satu komunitas. Komunitas yang dikeramatkan dengan memberinya suatu asal-usul supranatural dan upacara peralihan (rites of passage).
Semua agama memenuhi banyak kebutuhan sosial dan psikologis, seperti kematian, kelahiran, dan lain-lain. Agama dapat menjadi sarana bagi manusia untuk mengingat diri dari kehidupan duniawi yang penuh penderitaan. Fungsi agama secara sosial tidak kalah pentingnya daripada fungsi psikologisnya.
Agama tradisional memperkuat norma-norma kelompok. Norma-norma merupakan sanksi moral untuk perbuatan-perbuatan perorangan dan merupakan nilai-nilai yang menjadi landasan keseimbangan masyarakat. Agama dalam masyarakat tidak hanya menarik pengikutpengikutnya tetapi telah menimbulkan kebangkitan yang kuat dari orang-orang fundamentalis dengan prasangka anti fundamentalis dan ilmu pengetahuan yang kuat pula. Dalam hal ini, fundamentalis adalah para penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner ingin kembali pada ajaran-ajaran agama seperti yang terdapat dalam kitab suci. Adapun fundamentalisme merupakan paham yang ingin memperjuangkan sesuatu yang cenderung secara radikal. Contohnya fundamentalisme Islam Ayatullah Khomeini di Iran dan fundamentalisme Kristen dari Jerry dan tokoh-tokoh lain di Amerika Serikat.
b. Pendekatan Antropologi terhadap Agama
Anthony F. C. Wallace mendefinisikan agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos. Definisi tersebut mengandung suatu pengakuan bahwa kalau tidak dapat mengatasi masalah serius yang menimbulkan kegelisahan, maka manusia mengatasinya dengan kekuatan supranatural. Untuk itu digunakan upacara keagamaan. Hal tersebut oleh Wallace dipandang sebagai gejala agama yang utama atau sebagai perbuatan (religion in action). Fungsi yang utama ialah untuk mengurangi kegelisahan dan untuk memantapkan kepercayaan kepada diri sendiri.
Jadi, agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang digunakan untuk mengendalikan aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikan. Kegiatan agama mungkin tidak begitu penting bagi kaum elit sosial karena mereka menganggap dirinya sendiri lebih dapat mengendalikan nasibnya sendiri, seperti bagi kaum petani atau anggota-anggota kelas bawah.
c. Praktik Keagamaan
Banyak nilai agama yang berasal dari praktik-praktik upacara keagamaan menimbulkan suatu rasa “transendensi pribadi”. Meskipun upacara dan praktik agama sangat beraneka ragam, bahkan upacara yang bagi kita kelihatan ganjil dan eksotis dapat dibuktikan melalui fungsi sosial dan psikologis.
d. Makhluk dan Kekuatan Supranatural
Salah satu ciri agama adalah kepercayaan kepada makhluk dan kekuatan supranatural. Adapun makhluk tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
1) Dewa dan Dewi
Dewa dan Dewi adalah makhluk-makhluk penting yang agak jauh dari manusia. Mereka masing-masing berkuasa atas bagian-bagian tertentu dari alam semesta. Misalnya: di Yunani terdapat Zeus (Dewa Langit).
2) Dewa-Dewa dan Dewi-Dewi seperti kepunyaan orang Yunani.
Misalnya suku bangsa Aztec di Mexi-co mengakui adanya pasangan dewa-dewi tertinggi, tetapi mereka tidak menaruh perhatian kepadanya. Alasannya karena mereka itu begitu jauh, perhatian suku bangsa Aztec dipusatkan kepada dewa-dewi yang secara langsung terlibat dalam permasalahan manusia.
3) Arwah Leluhur
Kepercayaan kepada arwah leluhur sejalan dengan pengertian yang tersebar luas bahwa manusia terdiri atas dua bagian, yaitu tubuh dan roh penghidupan. Mengingat gagasan atas konsep tersebut, maka roh yang ada pada orang meninggal dibebaskan dari tubuh dan tetap terus hidup di luar sana. Arwah leluhur dipercaya sangat mirip dengan orang yang masih hidup dalam hal selera, emosi dan perilaku.
e. Animisme
Salah satu kepercayaan yang meyakini tentang makhluk-makhluk supranatural adalah animisme. Sir Edward Taylor menemukan konsep tersebut. Pada tahun 1873 ia melihat banyak contoh animisme. Misalnya suku bangsa Dayak di Kalimantan percaya bahwa padi memiliki jiwa dan mereka mengadakan perayaan untuk mempertahankan jiwa tersebut untuk menghindari terjadinya kegagalan panen.
Kereta Kencana Keraton Jogjakarta. Sebagian masyarakat per-caya bahwa air bekas cucian kereta tersebut mengandung berkah keba-ikan.
Sebagian besar masyarakat In-donesia masih menganut kepercayaan animisme. Mereka meyakini suatu benda memiliki roh/jiwa yang harus dipuja, agar terhindar dari hidup yang buruk, mara bahaya, atau nasib buruk.
f. Animatisme
Animatisme adalah suatu sistem kepercayaan yang meyakini bahwa benda-benda atau tumbuhan yang ada di sekeliling manusia memiliki jiwa dan mampu berpikir, seperti manusia. Namun, sistem kepercayaan ini tidak menimbulkan aktivitas keagamaan guna memuja benda-benda dan tumbuhan tersebut. Akan tetapi hal itu dapat menjadi unsur dalam sebuah religi.
Benda-benda pusaka atau senjata dianggap memiliki kesaktian dan menimbulkan kepercayaan bagi masyarakat tertentu. Misal: benda keramat yang bernama “Kereta Kencana” dari Keraton Jogjakarta. Pada setiap tanggal 1 Muharram (Suro), kereta kencana tersebut dimandikan. Bekas air penyiraman itu diperebutkan oleh banyak orang, karena mereka percaya bahwa air tersebut dapat memberi tuah awet muda dan mudah mendapat rezeki.
g. Petugas keagamaan
Pendeta (pria dan wanita) adalah spesialis keagamaan yang bekerja penuh (full time). Orang-orang seperti itu sangat mahir menghubungi, memengaruhi dan memanipulasi kekuatan-kekuatan supranatural. Ia telah menjalani inisiasi sosial dan dilantik dengan upacara sebagai anggota organisasi keagamaan yang diakui, dengan kedudukan, dan tugas yang menjadi miliknya sebagai pewaris jabatan yang sebelumnya dipegang orang lain. Sumber kekuasaannya adalah masyarakat dan lembaga di mana pendeta pria dan wanita itu bertugas.
h. Shaman
Shaman adalah orang-orang yang secara individual memiliki kemampuan khusus dan biasanya berada di tempat yang sunyi dan terpencil. Apabila roh yang Mahabesar (The Great of Spirit) dan Mahakuat (The Power) telah diperoleh maka ia akan mampu menyembuhkan atau meramal. Apabila kembali ke tengah-tengah masyarakat, ia akan mendapat tugas keagamaan jenis lain, yaitu sebagai shaman.
Di Amerika Serikat jutaan orang telah mengetahui tentang Shaman. Pengetahuan tersebut diperoleh dari membaca otobiografi Black Elk, seorang dukun (medicine man) tradisional dalam buku Indian Sioux atau cerita-cerita yang berupa khayalan.
Di kalangan masyarakat Indian Crow, setiap orang laki-laki dapat menjadi Shaman. Hal itu dapat terjadi karena tidak ada organisasi keagamaan yang membuat undang-undang untuk mengatur kesadaran di bidang agama. Cara-cara yang dilakukan untuk menjadi Shaman antara lain dengan berpuasa bahkan menyiksa dirinya sendiri.
Unsur-unsur dalam Shamanisme, antara lain sifat benci, keadaan tak sadar (france), dan berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti.
Shaman pada hakikatnya ialah seorang pengusaha agama yang bekerja untuk kepentingan seseorang yang menjadi kliennya. Sebagai imbalan atas jasa-jasanya yang diberikan, Shaman kadang-kadang memungut upah daging segar atau harta yang disukainya.
Sebuah aspek khusus Shamanisme yang oleh orang Barat dianggap menganggu ialah perempuan-perempuan yang biasanya terdapat di dalam praktik Shamanisme itu. Kenyataan lain bahwa klien melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak perlu.
i. Ritual dan Perayaan Keagamaan
Ritual keagamaan merupakan sarana yang menghubungkan manusia dengan hal-hal yang bersifat kramat. Ritual dapat memperkuat ikatan sosial, kelompok, dan mengurangi ketegangan. Para ahli antropologi telah mengklasifikasikan beberapa tipe ritual antara lain sebagai berikut:
1) Upacara Peralihan (Inisiasi)
Upacara peralihan (rites of passage) adalah upacara keagamaan yang berhubungan dengan tahaptahap penting dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, kematian, dan perkawinan.
Arnold van Gennep menganalisis upacara peralihan yang membawa manusia melintasi krisis yang menentukan dalam kehidupannya seperti kelahiran, pubertas, perwakilan menjadi ayah/ibu, dan lain-lain. Van Gennep memaparkan upacara inisiasi (peralihan) untuk orang laki-laki suku bangsa asli Australia. Apabila para sesepuh telah menentukan waktunya, maka anak laki-laki diambil dari desa, di bawah tangis kaum wanita yang menurut upacara pura-pura menentang. Klimaks upacara ini berupa penggarapan badaniah, seperti pencabutan gigi.
Selama upacara pubertas di Australia itu, anak yang diinisiasikan harus mempelajari adat dan pengetahuan sukunya. Dalam masyarakat buta aksara, metode belajar yang efektif seperti itu diperlukan untuk kelestarian masyarakat si anak baru (novice). Hal itu disambut dengan upacara-upacara seolah-olah ia kembali dari alam orang-orang mati.
2) Upacara Intensifikasi
Upacara intensifikasi adalah upacara yang menyertai keadaan krisis dalam kehidupan kelompok dan bukan dalam kehidupan individu. Misalnya krisis kurang hujan sehingga membahayakan tanaman dan menggelisahkan semua orang. Oleh karena itu, diadakan upacara massal untuk meredakan bahaya tersebut. Sementara kematian orang dianggap krisis terakhir dalam kehidupan individu. Oleh karena itu, orang-orang yang masih hidup harus mengembalikan keseimbangan itu. Misalnya salah satu bagian dari upacara kematian orang Melanesia ialah memakan daging orang yang meninggal. Hal itu dilaksanakan dengan rasa jijik dan disusul dengan muntah-muntah hebat. Menurut Malinowski upacara penguburan merupakan sarana kolektif untuk mengungkapkan perasaan pribadi dengan cara direstui masyarakat dan untuk memelihara persatuan.
Penyelenggaraan upacara itu tidak terbatas hanya kalau ada krisis terbuka khususnya negara-negara yang hidup dari hortikultura dan pertanian. Upacara biasanya dilakukan berhubungan dengan masa tanam, masa berbuah, dan masa panen.
i. Fungsi Agama
Praktik keagamaan mengandung beberapa fungsi psikologis dan sosial. Di sini fungsi-fungsi tersebut menjadi lebih penting, yaitu menyediakan model alam semesta secara teratur yang berperan untuk keteraturan manusia. Dengan keadaan tersebut, maka terciptalah keadaan yang baik untuk mengatasi krisis secara teoritis.
Pada dasarnya, individu menaruh kepercayaan penuh terhadap sesuatu yang mendasari mereka untuk melakukan sesuatu. Kenyakinan ini disebut dengan agama atau religi. Secara umum agama memiliki dua fungsi penting, yaitu:
1) Fungsi Psikologis
Fungsi psikologis agama adalah membebaskan setiap anggota masyarakat dari lepasnya tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, setidak-tidaknya dalam situasi yang penting.
Memberi ketenangan dan mengurangi kegelisahan karena percaya ada bantuan supranatural yang dapat diharapkan saat terjadi bencana Memberi tuntunan melalui penggambaran atau cerita makhluk supranatural
2) Fungsi Sosial
Fungsi sosial dari agama adalah memberi sanksi kepada sejumlah besar tata kelakuan yang menyimpang. Dalam konteks ini agama memegang peranan penting dalam pengendalian sosial. Hal itu terlaksana melalui pengertian tentang baik dan jahat.
Fungsi sosial dari agama adalah :
a) Memberi sanksi kepada sejumlah besar tata kelakuan
b) Pemeliharaan solidaritas sosial
c) Pendidikan
d) Tertib sosial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar