Minggu, 14 Maret 2010

(8) Proses Pewarisan Budaya

3. Proses Pewarisan Budaya
a. Enkulturasi
Proses enkulturasi sudah dimulai dalam alam pikiran individu sejak masa kanak-kanak. Mula-mula dari keluarga, kemudian dari teman-teman bermainnya. Seringkali ia belajar meniru tingkah laku, ucapan dari individu yang berpengalaman. Misalnya adanya jam berpengaruh pada penghargaan waktu. Hal itu menjadi pola yang mantap, norma yang mengatur tindakannya “dibudayakan”.
Contoh: Norma yang mengharuskan seseorang membawa oleh-oleh kepada kerabat/tetangga jika bepergian ke tempat lain, menerima atau memberi sesuatu dengan tangan kanan.
b. Sosialisasi
Dalam proses sosialisasi, seorang individu dari masa kanak-kanak hingga masa tua belajar pola-pola tindakan berinteraksi dengan segala macam individu dalam berbagai macam peranan sosial.
Apabila kita ingin menyelami dan memahami pengertian tentang suatu kebudayaan, kita bisa belajar banyak dari jalannya proses sosialisasi yang dialami individu dalam kebudayaan yang bersangkutan.
Contoh: Pada awal hidupnya, seorang bayi sudah harus menghadapi beberapa individu dalam lingkungan keluarga yang kecil, yaitu ibunya dan bidan yang membantu ibunya semenjak lahir sampai kira-kira seminggu. Selama berhubungan dengan orang tadi ia mengalami tingkah laku berdasarkan perhatian dan cinta. Ia juga belajar kebiasaan, makan, dan tidur pada saat tertentu. Juga ketika mulai sekolah ia juga belajar mengenal perbedaan jenis kelamin dan mengenal lingkungan sekolahnya.
4. Sarana pewarisan Budaya
a. Keluarga
Dalam masyarakat tradisional maupun modern, keluarga adalah kelompok perantara pertama yang mengenalkan nilai-nilai subbudaya kepada si anak. Di sinilah anak mengalami hubungan sosial pertama dalam kehidupan. Ada keluarga besar dan kecil, juga ada keluarga harmonis dan kurang harmonis.
Contoh: Seorang anak dapat dikatakan telah belajar kekejaman ketika ia melihat ibunya dipukul ayahnya. Si anak kemungkinan cenderung mewarisi perilaku seperti itu. Jika si anak mempunyai orang tua otoriter maka perilaku itu membuat anak tidak betah di rumah. Akibatnya si anak menjadi pengguna obat-obatan terlarang, tawuran, atau tindakan kejahatan lainnya. Apalagi pada masyarakat modern saat ini, media elektronik seperti televisi telah mempercepat proses pewarisan budaya. Oleh karena itu, orang tua harus selalu mengawasi perilaku anak-anaknya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan sarana pewarisan budaya bagi individu seperti: cara-cara pelamaran, pola anak menetap, atau kekerabatan. Hal-hal yang didapat oleh seorang anak sebagai anggota keluarga sebagai berikut.
1) Keagamaan
Keluarga harus mampu menjadi wahana yang pertama dan utama dalam melaksanakan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Kebudayaan
Keluarga dikembangkan menjadi wahana menumbuhkan dan melestarikan budaya nasional.
3) Perlindungan
Keluarga menjadi pelindung yang utama dalam memberikan keteladanan kepada anak-anaknya.
4) Pendidikan
Keluarga sebagai sekolah dan guru yang pertama dan utama dalam mengantarkan anak menjadi mandiri.
5) Pemeliharaan lingkungan
Keluarga harus siap memberi dan memelihara kelestarian lingkungannya yang terbaik kepada anak cucunya.
b. Masyarakat
Dalam masyarakat, pewarisan budaya terjadi melalui sosialisasi. Individu sebagai anggota masyarakat mendapat pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan perilaku masyarakat. Dalam masyarakat tradisional, norma-norma diwariskan kepada generasi berikutnya tetap terjaga. Lain halnya dalam masyarakat modern saat ini, norma-norma luhur dalam masyarakat cenderung ditinggalkan.
Contoh: di kalangan masyarakat Indonesia dan sebagian masyarakat di dunia, perbuatan meludah dianggap perbuatan yang tidak sopan, tetapi masyarakat Masai di Afrika menganggap perbuatan meludah sebagai tanda terima kasih kepada seseorang.
c. Sekolah
Dalam masyarakat modern, sekolah merupakan sarana pewarisan budaya yang sangat efektif. Berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi serta norma-norma secara langsung diberikan kepada siswa.
Budaya yang diwariskan melalui sekolah, antara lain:
1) Memperkenalkan, memelihara, mengelola, memilih, dan mengem-bangkan unsur-unsur budaya.
2) Mengembangkan kekuatan penalaran (the power of reasoning).
3) Mempertinggi budi pekerti.
4) Memperkuat kepribadian.
5) Menumbuhkan manusia pembangunan.
Pada sekolah-sekolah yang menyelenggarakan pendidikan TK, SD, dan SLTP, peranan guru sangat besar dalam membentuk dan mengubah perilaku anak didik.Keadaan berubah setelah anak memasuki SMU. Anak didik mulai membentuk dan mengubah perilakunya sendiri.
d. Lembaga Pemerintahan
Lembaga pemerintahan sangat dibutuhkan dalam mewarisan budaya, terutama dalam masyarakat modern saat ini. Melalui lembaga pemerintahan, peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah bisa disosialisasikan kepada masyarakat luas.
Setiap warga dapat berhubungan dengan lembaga pemerintahan, jika ada urusan sesuai dengan haknya sebagai warga. Misalnya: meminta surat keterangan bepergian, mencari Kartu Tanda Penduduk, atau mencari Kartu Keluarga.
Fungsi lembaga pemerintahan sebagai berikut.
1) Pelambang norma melalui undang-undang yang disampaikan oleh badan legislatif.
2) Melaksanakan undang-undang yang telah disetujui.
3) Penyelesaian konflik yang terjadi di antara para anggota masyarakat.
4) Melindungi warga dari serangan negara lain dan pemelihara kesiap-siagaan menghadapi bahaya.
e. Perkumpulan
Dalam masyarakat modern, banyak dijumpai perkumpulan atau asosiasi yang dibentuk secara sadar untuk tujuan-tujuan khusus. Terbentuknya perkumpulan dilandasai oleh kesamaan minat, tujuan, kepentingan, dan agama.
Perkumpulan atau asosiasi dapat menjadi sarana pewarisan budaya, jika para anggota menyadari hak dan kewajiban yang berlaku dalam anggaran dasarnya. Para anggota dapat menyumbangkan peranannya terhadap negara.
Misalnya dengan mengikuti perkumpulan PSSI atau PBSI, organisasi tersebut merupakan contoh perkumpulan yang bergerak dalam bidang olah raga.
f. Institusi lain
Dalam suatu masyarakat modern yang sedang berkembang, jumlah institusi selalu bertambah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang makin kompleks.
Pengertian institusi dalam bahasa Indonesia belum ada kese-ragaman. Prof. Dr. Koentjaraningrat mengatakan institusi sesuai dengan pranata, sedangkan Soerjono Soekanto mengartikan sebagai lembaga. Di negara kita banyak bermunculan lembaga resmi sebagai sarana pewarisan budaya bagi individu.
Contoh: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan suatu lembaga resmi pemerintahan yang dibentuk dengan tujuan agar setiap individu dapat menyampaikan keluhan melalui wakilwakilnya yang duduk di DPR.
Begitu juga wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR tersebut berusaha memperjuangkan aspirasi rakyat kepada pemerintah melalui program kerjanya.
g. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang besar dalam pewarisan budaya. Pengaruh dari lingkungan kerja sangat besar dalam pembentukan kepribadian seseorang.
Lingkungan kerja termasuk sarana pewarisan budaya dalam masyarakat modern saat ini.
Contoh: Seorang tukang sapu sebuah rumah sakit, sudah berpuluh-puluh tahun bekerja di lingkungan rumah sakit. Walaupun tukang sapu hanya lulus SD, tetapi tentang kebersihan, kedisiplinan, pengabdian, dan bahkan mungkin pengetahuan tentang obat-obatan dia pahami. Mengapa? Karena setiap hari ia berada di lingkungan rumah sakit yang di dalamnya ada dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya.
h. Media massa
Media massa baik berupa cetak maupun elektronik merupakan sarana penting dalam pewarisan budaya dalam masyarakat modern. Bahkan buku, majalah, TV, dan surat kabar dapat membentuk kepribadian seseorang.
Seorang antropolog Margaret Mead berpendapat bahwa pengaruh televisi sudah melebihi sarana lain dalam pewarisan budaya. Oleh karena itu, film-film yang disajikan di televisi harus diseleksi mana yang pantas dan mana yang tidak pantas ditonton oleh anak-anak. Dalam hal ini orang tua berperan dalam memberikan penjelasan.

(7) Pewarisan Budaya pada Masyarakat Tradisional dan Modern

1. Pengertian Pewarisan Budaya
Pewarisan budaya adalah suatu proses, perbuatan atau cara mewarisi budaya di dalam masyarakat. Proses tersebut dinamakan juga socialitation. Dalam proses tersebut seorang individu mengalami pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan kelompoknya.
Budaya diwariskan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya. Hanya saja dalam proses pewarisan budaya menghendaki adanya penyempurnaan sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan masyarakat.
Melville J. Herskovits dan Malinowski menyebutnya Cultural Determinism artinya segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh budaya yang dimiliki masyarakat.
2. Hubungan antara Kebudayaan dan Kepribadian
M.J. Herskovits memandang budaya sebagai sesuatu yang super organic karena budaya bersifat turun-temurun meskipun masyarakat senantiasa silih berganti yang disebabkan oleh adanya kematian dan kelahiran.
Theodore M. Newcomb mengatakan kepribadian menunjuk pada sikap-sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui, berpikir, dan merasakan secara khusus apabila dia berhubungan dengan orang lain atau menanggapi sesuatu keadaan.
Kepribadian banyak dipengaruhi adat istiadat pengasuhan anak-anak. Anak-anak diasuh oleh orang-orang dalam lingkungannya, ibu, ayah, dan saudara. Jika anak-anak sudah dewasa, beberapa watak yang seragam akan menonjol pada individu yang sudah dewasa itu. Lanton dan Kardiner menyebutkan watak ini disebut kepribadian umum atau kepribadian dasar (basic personality structure). Berdasarkan konsep yang diajukan Lanton dan Kardiner, kemudian muncul konsep kepribadian Timur dan kepribadian Barat.
Prof. Dr. Koentjaraningrat menyatakan bahwa kepribadian adalah watak khas seseorang yang tampak dari luar, sehingga orang luar memberikan kepadanya sesuatu identitas khusus. Jadi, kepribadian dipengaruhi oleh faktor kedaerahan, cara hidup di kota atau di desa, agama, profesi, dan kelas sosial.
Kepribadian mengacu pada ciri-ciri khas dan sifat-sifat yang mewakili sikap sekarang. Kepribadian adalah pola-pola pemikiran, peranan, konsep diri, mentalitas, dan segala kebiasaan-kebiasaan. Individu dan perilakunya disesuaikan dengan masyarakat dan kebudayaannya.
a. Kepribadian yang selaras dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial
1) Lingkungan alam
Lingkungan alam adalah keadaan tanah, iklim, flora, dan fauna di sekitar individu. Keselarasan hubungan manusia dengan lingkungan alamnya sebagai tempat hidup yang memberi hidup manusia. Dalam hubungan ini dibutuhkan sikap tertentu yang tidak hanya menganggap lingkungan alam sebagai objek sumber kehidupan melainkan sebagai teman dalam menghadapi kehidupan.
Makna lingkungan alam bagi manusia ada tujuh, yaitu berikut:
a) Manusia mempunyai ikatan dengan alam yang sifatnya religius.
b) Motivasi etis dapat mendasari kecintaan terhadap alam, yang dasarnya adalah rasa keindahan.
c) Alam menghidupi manusia karena flora dan fauna memberikan bahan untuk sandang, pangan, dan papan.
d) Alam merupakan serikat bagi manusia dalam mempertahankan diri terhadap bencana seperti badai, gempa bumi, banjir, dan pencemaran.
e) Alam mempunyai arti yang penting bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan.
f) Alam menjadi sumber kesehatan, rekreasi, dan kesenian.
Jadi, pengelolaan sumber daya alam (eksplorasi dan eksploitasi) tidak bersifat merusak. Sumber-sumber alam berupa tanah, air, hutan, dan sumber alam lainnya harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan hidup manusia.
2) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial terdiri atas individu maupun kelompok yang berada di sekitar manusia. Di dalam masyarakat akan dijumpai lapisan-lapisan sosial yang menghasilkan kepribadian masing-masing.
Individu disebut berkepribadian apabila pola perilakunya yang khas diproyeksikan pada lingkungan sosialnya. Jadi, satuan lingkungan sosial mempunyai karakteristik yang berbeda fungsi, struktur, peranan dan proses-proses sosialisasinya. Posisi peranan dan perilaku individu diharapkan selaras dengan lingkungan seperti situasi berikut:
a) Individu dengan keluarga. Peranan individu ditentukan adat istiadat, norma-norma, dan nilainilai serta bahasa yang ada pada keluarga itu melalui proses sosialisasi dan internalisasi.
b) Individu dengan lembaga. Tumbuhnya individu ke dalam lembaga sosial berlangsung melalui proses sosialisasi. Posisi dan peranan individu dalam lembaga sosial sudah di bakukan berdasarkan moral adat/hukum yang berlaku.
c) Individu dengan komunitas-komunitas diartikan sebagai satuan kebersamaan hidup sejumlah orang yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
 Teoritis yang terbatas.
 Keorganisasian tata hidup bersama.
 Berlakunya nilai-nilai kolektif.
Posisi dan peranan individu di dalam komunitas tidak lagi bersifat langsung sebab perilakunya sudah tertampung oleh keluarga dan kebudayaan yang mencakup dirinya. Dengan demikian keluarga dan lembaga dalam sebuah komunitas dipandang sebagai wahana sosialisasi atau penyebaran nilai-nilai budaya.
d) Individu dengan masyarakat
Masyarakat pada hakikatnya terdiri atas sekian komunitas yang berbeda, sekaligus mencakup berbagai macam keluarga, lembaga, dan individu.
e) Individu dengan negara
Negara merupakan wujud dari pola-pola penglihatan atau persepsi dari perasaan (cort hats) dan penilaian masyarakatnya sendiri, bukan kepribadian masyarakat asing.
b. Kepribadian yang menyimpang atau tidak selaras dengan lingkungan alam dan sosial
1) Lingkungan alam
Pemanfaatan lingkungan alam yang tidak benar akan menimbulkan bencana, misalnya banjir, erosi, kekeringan, dan lain-lain. Perkembangan pembangunan berhasil meningkatkan kesejahteraan, tetapi dapat pula menimbulkan pencemaran jika tidak memerhatikan lingkungan alam. Pencemaran itu akibat limbah, seperti limbah pabrik, limbah industri, maupun adanya polusi kendaraan bermotor. Di negara-negara maju banyak mengalami pencemaran dan kerusakan lingkungan yang cukup memprihatinkan.
Contoh:
a) peristiwa kegagalan pengeboran gas alam oleh PT Lapindo Brantas yang menyebabkan keluarnya lumpur panas dan menggenangi kawasan permukiman penduduk di Sidoarjo, Jawa Timur.
b) pencemaran udara dan hujan asam akibat industri di Eropa mengakibatkan kerugian material mencapai 2 milyar dolar, sedangkan kerugian yang sama mengakibatkan turunnya hasil panen beras dan gandum yang mencapai 30% di Jepang.
2) Lingkungan Sosial
Kepribadian menyimpang (deviant personality) telah diteliti para ahli antropologi. Dalam penelitian tersebut ditemukan beberapa gejala sebagai berikut.
a) Kepribadian yang retak
Kepribadian menurut Sigmund Freud terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
(1) Id, yaitu mewakili diri dari bagian yang bersifat tidak sadar, naluriah, impulsif (mudah terpengaruh oleh gerak hati) dan tidak disosialisasikan.
(2) Ego yaitu mewakili bagian dari yang bersifat sadar dan rasional. Ego sering disebut juga penjaga pintu kepribadian karena ia menjaga interaksi antara id dan super-ego.
(3) Super-ego, yaitu mewakili bagian dari yang telah menyerap nilai-nilai budaya dan berfungsi sebagai suara hati.
Para ahli menyatakan bahwa perilaku menyimpang timbul manakala Id yang tidak terkendali muncul bersamaan dengan super-ego yang kurang aktif.
Contoh: seorang yang sedang lapar membutuhkan makanan. Dalam kondisi ini, id-nya memerintahkan agar kebutuhannya segera terpenuhi dengan menggunakan cara-cara apa pun. Kalau ternyata super-egonya benar-benar lemah dan tidak mampu mengendalikan id-nya, orang tersebut mungkin langsung memasuki restoran dan merampas makanan dari meja makan. Dalam kasus ini, ego tidak memerintahkan bahaya yang mungkin terjadi.
Super-ego juga berfungsi sebagaimana mestinya. Super-ego tidak memberikan isyarat bahwa perbuatan ini adalah jenis perilaku menyimpang.
b) Nilai-nilai subkebudayaan menyimpang
Sejumlah perilaku penyimpangan kelompok terjadi dalam sub-kebudayaan dari masyarakat. Sub-kebudayaan menyim-pang (deviant subculture) adalah sub-kebudayaan yang bertentangan dengan norma-norma kebudayaan dominan. Hal itu memisahkan diri dari aturan-aturan, nilai-nilai bahasa, dan istilah-istilah yang berlaku umum.
Sebagian besar individu yang ditolak oleh masyarakat langsung mencari persahabatan dalam subkebudayaan untuk memperoleh status, kesenangan dan penerimaan.
Contoh kebudayaan yang menyimpang, antara lain:
– kelompok penjudi;
– kelompok pelacur;
– kelompok remaja nakal;
– kelompok pemakai narkoba;
– kelompok kejahatan.

(6) Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Integrasi Nasional

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi nasional mempunyai arti dua macam, yaitu:
1. Secara politis, integrasi nasional adalah proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional.
2. Secara antropologis, integrasi nasional adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda, sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Perwujudan integrasi nasional masyarakat dan budaya bangsa Indonesia yang heterogen ( beraneka macam ) itu diungkapkan dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda suku bangsa, agama, budaya daerah, tetapi tetap satu bangsa.
Istilah Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh seorang Empu terkenal di Kerajaan Majapahit, yaitu Empu Tantular, dalam kitab Sutasoma.
Faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut:
1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
2. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
5. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
6. Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk Garuda Pancasila, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
7. Pengembangan budaya gotong royong yang merupakan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun.
Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:
1. Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
2. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
3. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
4. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
5. Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
6. Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa akibat kuatnya pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak langsung maupun kontak tidak langsung.
Kontak langsung, antara lain melalui unsur-unsur pariwisata, sedangkan kontak tidak langsung, antara lain melalui media cetak (majalah, tabloid), atau media elektronik (televisi, radio, film, internet, telepon seluler yang mempunyai fitur atau fasilitas lengkap). Hal itu akan berdampak adanya westernisasi atau gaya hidup kebarat-baratan/meniru gaya hidup orang Eropa atau Amerika, pergaulan bebas, penyalahgunaan narkotika, minum minuman keras, dan sebagainya.
Contoh wujud integrasi nasional, antara lain sebagai berikut:
1. Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap anjungan menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya.
2. Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan teman, tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati.
3. Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau Sumatra, belajar menari legong yang merupakan salah satu tarian adat Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di Indonesia, di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan tempat ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk agama Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu agama resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.
4. Diadakan Pekan Olahraga Nasional (PON), yaitu perlombaan bidang olahraga tingkat nasional yang diselenggarakan setiap 4 (empat) tahun sekali. Melalui Pekan Olahraga Nasional akan terpupuk persatuan Indonesia dan menggali potensi para atlet daerah untuk dapat berkembang mewakili negara di tingkat internasional.
Contoh-contoh untuk mendukung terwujudnya integrasi nasional yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pertukaran pelajar antarprovinsi se-Indonesia.
2. Pengiriman misi kebudayaan dari para pelajar ke berbagai daerah di Indonesia.
3. Mengadakan festival seni dan budaya antarpelajar se-Indonesia.
4. Mengadakan perlombaan antarpelajar se-Indonesia untuk lebih mengenalkan budaya lokal masing-masing daerah kepada seluruh rakyat Indonesia.

(5) Konsekuensi dan Makanisme Dinamika Kebudayaan

a. Discovery, Invention, dan Inovasi
   1) Discovery dan Invention
       a) Perubahan budaya berlangsung cepat dan merangsang penemuan-penemuan yang lain.
       b) Belum diterima masyarakat apabila tidak sesuai kebutuhan.
   2) Inovasi
       a) Teknologi makin maju serta mendatangkan kesejahteraan masyarakat dalam pemakaian suatu alat.
       b) Sebaiknya makin maju suatu teknologi, maka makin canggih juga tingkat suatu masyarakat.
b. Difusi, Globalisasi, dan Budaya nasional
    1) Difusi
        a) Selalu ingin mengadakan kontak dengan luar negeri.
        b) Terjadinya perubahan masyarakat baik dalam kelompok kecil maupun besar.
        c) Yang tidak memiliki kontak dengan dunia luar cenderung sulit mengatasi perubahan.
    2) Globalisasi
        a) Terjadinya kejutan budaya (culture shock).
        b) Terjadinya ketimpangan budaya (culture lag).
c. Akulturasi, inkretisme, dan Milanarisme
   1) Bisa terjadi sedikit mengalami perubahan (subsitusi).
   2) Membentuk sistem baru yang berarti.
   3) Dapat terjadi atau juga tidak terjadi perubahan (audisi).
   4) Dapat memudarkan bahkan menghilangkan suatu unsur budaya yang berarti (dekulturasi).
   5) Dapat terjadi penolakan.
d. Adaptasi
   1) Dapat mengubah lingkungan.
   2) Dapat mempertahankan hidup.
e. Pembangunan dan Modrenisasi
1) Pembangunan
a) Ilmu pengetahuan terbukti dapat mendorong masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik.
b) Suatu nilai dalam masyarakat dapat menemukan cipta, rasa, dan karsa manusia, berguna atau tidak berguna, benar atau salah, baik atau buruk, dan religius atau sekuler.
c) Terjadi perubahan dalam etos masyarakat yang tampak pada tingkah laku dan kegemaran-kegemaran warga masyarakat.
2) Modernisasi
a) Masuknya budaya asing yang tidak cocok dengan tradisi yang ada.
b) Banyak orang bergaya hidup kebarat-baratan (westernisasi).

(4) Karakteristik Dinamika budaya

1. Pengertian Dinamika Kebudayaan
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan. Perubahan itu dapat berupa perubahan nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, organisasi susunan lembaga kemasyarakatan, interaksi sosial, dan sebagainya. Begitu luasnya bidang perubahan itu, sehingga perlu ditentukan batasan pengertian perubahan yang dimaksud.
Perubahan (dinamika) kebudayaan adalah perubahan yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda, sehingga terjadi keadaan yang tidak serasi bagi kehidupan.
Definisi perubahan (dinamika) kebudayan menurut para ahli, antara lain sebagai berikut:
a. John Lewis Gillin dan John Philip Gillin
Perubahan kebudayaan adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang disebabkan oleh perubahan-perubahan kondisi geografis kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat tersebut.
b. Samuel Koenig
Perubahan kebudayaan menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab-sebab internal maupun eksternal.
c. Selo Soemardjan
Perubahan kebudayaan adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang memengaruhi sistem sosial, termasuk nilai-nilai, sikap, dan pola-pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
d. Kingsley Davis
Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat.
e. William F. Ogburn
Perubahan kebudayaan mencakup unsur material ataupun nonmaterial.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat merupakan suatu gejala normal. Perubahan-perubahan yang menjalar dengan cepat dari bagian dunia satu ke dunia lain dalam suatu proses dikenal dengan istilah globalisasi.
Faktor-faktor penyebab perubahan kebudayaan ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yaitu faktor berasal dari masyarakat itu sendiri. Adapun faktor eksternal, yaitu faktor berasal dari luar masyarakat.
Faktor-faktor internal penyebab perubahan kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
a. Adanya ketidakpuasan terhadap sistem nilai yang berlaku.
b. Adanya individu yang menyimpang dari sistem nilai yang berlaku.
c. Adanya penemuan baru yang diterima oleh masyarakat.
d. Adanya perubahan dalam jumlah dan kondisi penduduk.
Faktor-faktor eksternal penyebab perubahan kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
a. Adanya bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, dan lain-lain.
b. Timbulnya peperangan.
c. Kontak dengan masyarakat lain.
Budaya sebagai hasil budi daya manusia tidak selalu statis, namun bergerak sesuai dengan perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Itulah yang dimaksud dengan dinamika. Jadi, sesungguhnya dinamika adalah suatu kekuatan dari dalam suatu materi yang memiliki tenaga atau semangat untuk bergerak sehingga terjadi suatu perubahan. Dalam hal ini, materi yang memiliki kekuatan untuk bergerak adalah sekelompok manusia atau sekelompok individu.
Sekelompok manusia atau individu sangat berperan aktif menentukan terjadinya suatu perubahan. Seorang individu belum tentu dapat melakukan perubahan. Sekalipun dapat melakukan suatu perubahan, itu hanya berupa pengaruh. Pengaruh tersebut kemudian tersebar meluas. Sebaran tersebut yang kemudian memberi penentu berubah dan tidaknya suatu budaya.
Budaya pada perjalanan waktu, terus mengalami perubahan. Bergerak mengikuti kebutuhan dan perubahan zaman. Proses perubahan tersebut memakan waktu yang terbilang tidak singkat. Ada yang terjadi hingga berabad-abad lamanya, namun ada pula yang berlangsung dengan cepat.
Dinamika budaya berlangsung pada hampir seluruh wilayah. Pergerakan perubahan tersebut tidak sama pada satu wilayah dengan wilayah lainnya. Hal tersebut tergantung pada individu di daerah bersangkutan.
Di dalam perubahan budaya, individu memegang peranan sangat penting. Ada yang dapat menerima budaya asing dengan mudah, ada pula yang sulit, bahkan ada yang tidak berkenan menerima sama sekali. Oleh karena itu, dinamika kebudayaan dipengaruhi oleh individu dalam masyarakat, sehingga perkembangan dinamika budaya di setiap masyarakat berbeda-beda. Tingkat perubahannya pun berbeda-beda pula. Proses perubahan budaya hingga membentuk suatu dinamika budaya berlangsung dalam waktu yang lama. Dalam antropologi dinamika kebudayaan berlangsung dalam beberapa proses yaitu evolusi, difusi, asimilasi, inovasi. Kesemua proses ini mempunyai karakteristik masing-masing.
a. Evolusi Kebudayaan
Dalam hal ini, evolusi merupakan suatu bentuk pergeseran atau perubahan kebudayaan dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang makin lama makin kompleks. Evolusi kebudayaan dapat dilihat dengan dua cara yakni proses mikroskopik dan proses makroskopik.
1) Proses Mikroskopik
Koentjaraningrat mengatakan bahwa proses mikroskopik adalah proses evolusi kebudayaan yang dapat dilihat dan dapat diamati seolah-olah dari dekat secara detail. Melalui proses ini dapat dilihat perubahan kebudayaan secara detail yang terjadi di dalam dinamika kehidupan sehari-hari masyarakat.
Hal yang dapat dilihat secara detail di antaranya adalah proses-proses yang berulang, atau yang disebut dengan recurrent process. Recurrent process adalah suatu tindak manusia yang berulang yang terjadi di dalam masyarakat akibat tidak sesuainya adat yang ada dalam lingkungan bagi dirinya.
Ketidaksesuaian adat dengan dirinya tersebut, membuat ia tidak sepenuhnya taat pada adat yang berlaku. Hal tersebut terjadi berulang kali pada masyarakat. Proses ketidaktaatan yang berulang tersebut adalah salah satu pemicu terjadinya pergeseran suatu kebudayaan.
2) Proses Makroskopik
Diulas oleh Koentjaraningrat bahwa proses makroskopik adalah proses evolusi kebudayaan yang dapat dilihat dan dapat diamati seolah-olah dari jauh dengan hanya memperhatikan yang tampak umum saja. Melalui proses ini dapat dilihat perubahan kebudayaan yang besar terjadi dalam dinamika kehidupan dalam kurun waktu yang cukup lama. Proses ini adalah proses yang kemudian menentukan arah, atau disebut dengan directional process.
Directional process adalah proses evolusi kebudayaan yang dapat dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama, umpamanya dalam ribuan tahun, sehingga dapat dilihat perubahanperubahan besar dalam kebudayaan yang seolah kemudian dapat menentukan arah (direction) sejarah perkembangan kebudayaan suatu masyarakat.
b. Difusi
Difusi adalah proses penyebaran kebudayaan melalui perpindahan bangsa-bangsa. Kebudayaan tersebar dikarenakan terbawa oleh bangsa-bangsa yang melakukan migrasi. Dengan demikian proses penyebaran kebudayaan tersebut terjadi melalui peristiwa geografis.
Menurut Koentjaraningrat, difusi adalah proses pembiakan dan gerak penyebaran atau migrasi yang disertai dengan proses penyesuaian atau adaptasi fisik dan sosial budaya dari makhluk manusia dalam jangka waktu beratus-ratus ribu tahun lamanya sejak zaman purba.
Dengan kata lain, difusi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia. Contoh terjadinya proses difusi sebagai proses penyebaran kebudayaan pada masa prehistori yaitu ketika kelompok manusia berburu berpindah ke daerah lain yang jauh sekali dan membawa budaya berburu ke daerah tempat mereka berpindah. Penyebaran unsur kebudayaan melalui pertemuan kelompok individu yang bertetangga. Berdasarkan prosesnya, difusi dapat digolongkan menjadi beberapa bentuk. Bentuk-bentuk tersebut antara lain, hubungan symbiotic, hubungan penetration pacifique, dan stimulus diffusion.
1) Hubungan Symbiotic
Symbiotic adalah hubungan yang terjadi hampir tidak mengubah unsur kebudayaan yang dimiliki. Contoh hubungan barter yang terjadi selama berabad-abad antara suku Afrika dengan kelompok Negrito. Suku bangsa Afrika memberikan hasil pertanian, dan kelompok Negrito memberikan hasil berburu dan hasil hutan. Selama hubungan itu kebudayaan masing-masing suku tidak mengalami perubahan.
2) Hubungan Penetration Pacifique
Penetration pacifique adalah terjadinya pemasukan unsur-unsur kebudayaan tanpa adanya paksaan. Contoh yang pernah terjadi adalah unsur kebudayaan yang dibawa masuk oleh para pedagang dari India ke Indonesia. Cerita Ramayana dan Mahabarata salah satunya diperoleh melalui aktivitas perdagangan masyarakat India ke Indonesia. Masuknya unsur-unsur kebudayaan tersebut terjadi tanpa sengaja ke dalam kebudayaan penduduk setempat.
3) Stimulus Diffusion
Stimulus diffusion adalah bentuk difusi yang terjadi karena penyebaran kebudayaan secara beruntun. Contoh suku bangsa A bertemu B terjadi difusi, B bertemu C terjadi difusi, C bertemu D terjadi difusi, demikian seterusnya.
Proses difusi telah berlangsung sangat lama. Para ahli berpendapat bahwa manusia zaman purba telah melakukan proses difusi. Menurut paleoantropologi, diperkirakan manusia pertama kali ada di daerah sabana tropikal Afrika Timur, kemudian menyebar hampir ke seluruh permukaan bumi yang memiliki musim yang berbeda-beda. Persebaran ini membentuk sebuah kebudayaan yang mereka miliki saat ini. Dalam proses ini mereka melakukan adaptasi fisik dan budaya.
Proses perpindahan tersebut dilakukan dengan cara migrasi lambat dan otomatis serta migasi cepat dan mendadak. Migrasi lambat dan otomatis adalah perpindahan yang terjadi seiring dengan berkembangnya manusia di muka bumi. Manusia berkembang dan membutuhkan tempat-tempat yang lain sehingga melakukan migrasi. Migrasi tersebut membawa serta kebudayaan mereka. Dengan demikian, kebudayaan turut tersebar di permukaan bumi ini seiring dengan menyebarnya manusia untuk mencari tempat tinggal dan menjalani kehidupan.
Adapun migrasi cepat dan mendadak adalah migrasi yang disebabkan oleh wabah, bencana alam, peperangan, perubahan mata pencarian hidup dan lain sebagainya. Dengan adanya peristiwa-peristiwa tersebut, manusia melakukan migrasi dengan cepat ke tempat lain yang lebih baik dan nyaman.
c. Akulturasi
Menurut Koentjaraningrat akulturasi adalah proses sosial yang terjadi terhadap manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dalam suatu masyarakat dipengaruhi oleh unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing, lambat laun diakomodasi dan diintegrasikan ke dalam kebudayaannya tanpa kehilangan kepribadian kebudayaan yang dimilikinya. Dengan kata lain, akulturasi adalah suatu bentuk perubahan karena adanya pengaruh dari kebudayaan asing yang lambat laun diterima tanpa kehilangan kepribadian kebudayaan aslinya. Hal tersebut dapat kamu lihat di Betawi. Pakaian tarian itu mendapat pengaruh dari kebudayaan Cina, seperti warna merah, bentuk penutup muka, dan lain sebagainya. Namun demikian, tetap tidak kehilangan kepribadian kebudayaan aslinya yang masih tetap mempertahankan beberapa bentuk pakaian asli dan masih tetap menggunakan musik Betawi.
1) Substitusi
Substitusi adalah sebuah proses bergantinya suatu unsure budaya dari yang lama menjadi baru karena dipandang lebih baik. Contohnya adalah bergantinya mesin ketik menjadi komputer, jahit tangan menjadi jahitan mesin.
2) Sinkretisme
Sinkretisme adalah suatu proses berpadunya dua kebudayaan kemudian membentuk suatu sistem dan dapat berjalan seirama dengan baik. Contoh sinkretisme di Indonesia adalah upacara grebeg di Yogyakarta. Upacara tersebut diadakan untuk memperingati Maulid Nabi, Idul Fitri, maupun Idul Adha. Upacara tersebut berasal dari budaya Jawa di Yogyakarta yang diprakarsai oleh Sultan Agung dengan membuat gunungan yang berisi sayuran dan lain-lain, namun dilakukan dalam rangka memperingati ritual agama Islam.
3) Adisi
Adisi adalah suatu bentuk penambahan unsur kebudayaan yang baru, namun masih menggunakan unsur kebudayaan yang lama karena dipandang masih memiliki nilai lebih. Contohnya adalah digunakannya mobil angkutan kota di Yogyakarta, namun masih tetap mempertahankan keberadaan delman.
4) Dekulturasi
Dekulturasi adalah suatu penghilangan unsur budaya lama dan digantikan oleh unsur budaya yang baru. Contohnya tidak digunakannya lagi floopy disk untuk menyimpan data, dan diganti dengan flash disc karena unsur budaya yang terakhir dipandang dapat lebih banyak menyimpan data.
5) Originasi
Originasi adalah proses masuknya unsure kebudayaan baru yang sebelumnya tidak dikenal dan mampu mengubah perilaku penerima unsur kebudayaan yang baru tersebut. Contohnya adalah masuknya Handphone ke Indonesia. Perilaku masyarakat berubah setelah Handphone masuk, ketergantungan terhadap benda tersebut sangat tinggi.
6) Rejection
Rejection adalah bentuk penolakan terhadap unsure kebudayaan asing yang masuk karena dipandang dapat menimbulkan dampak yang negatif. Contohnya adalah pakaian mini atau yang menampakkan bagian tubuh yang seharusnya tidak terlihat.
d. Asimilasi
Menurut Koentjaraningrat asimilasi adalah bertemunya dua kebudayaan atau lebih kemudian masing-masing kebudayaan tersebut mengalami perubahan, baik dalam sifat maupun wujud unsur-unsurnya dan berbaur menjadi satu kebudayaan yang baru. Secara umum Asimilasi adalah sebuah proses berbaurnya dua atau lebih kebudayaan yang berbeda, lalu membentuk suatu kebudayaan baru dan kebudayaan asli hilang oleh perbauran budaya yang berbeda tersebut. Percampuran kedua atau lebih kebudayaan tersebut membentuk suatu kebudayaan yang baru yang tidak memiliki lagi ciri kebudayaan yang lama.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa asimilasi dapat terjadi karena:
1) golongan manusia dengan latar belakang yang berbeda,
2) hubungan terjalin cukup lama, sehingga masing-masing cirri khas menjadi luntur dan membentuk percampuran unsure kebudayaan yang baru,
3) masing-masing kebudayaan mengalami perubahan dan kehilangan ciri khasnya hingga akhirnya terbentuk kebudayaan baru yang berupa kebudayaan campuran.
Lebih lanjut Koentjaraningrat menjelaskan bahwa asimilasi tidak terjadi apabila masyarakat kurang memiliki pengetahuan akan kebudayaan yang baru. Selain itu jika dalam masyarakat terdapat perasaan takut terhadap kekuatan kebudayaan, dapat dipastikan asimilasi kebudayaan tidak terjadi. Terlebih adanya dominasi superioritas individu terhadap kebudayaan yang dimiliki dibandingkan dengan kebudayaan baru menjadi faktor pendukung tidak terjadinya proses asimilasi.
e. Inovasi
Menurut Koentjaraningrat, inovasi adalah suatu proses perubahan kebudayaan yang tidak terjadi karena adanya pengaruh langsung dari unsur-unsur kebudayaan asing, tetapi karena di dalam kebudayaan itu sendiri terjadi pembaruan yang mengalami penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan modal, pengaturan tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semuanya akan menyebabkan dihasilkannya produk baru.
Penemuan yang berupa rangkaian panjang dari penemuan kecil dan terakumulasi, kemudian ada pembaruan teknologi. Pada masyarakat yang aktif, akan mudah terjadi inovasi. Namun, pada masyarakat yang pasif akan terjadi suatu evolusi sebelum adanya inovasi. Ada proses lain yang mendahuluinya, yaitu discovery dan invention. yang baru, baik yang berupa suatu alat baru, suatu ide baru, yang diciptakan oleh seorang individu atau beberapa individu.
Discovery kemudian berkembang menjadi invention. Perkembangan tersebut terjadi jika telah ada pengakuan, penerimaan, dan penerapan dari masyarakat terhadap penemuan tersebut.
Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa invention adalah proses perubahan dari discovery yang kemudian masyarakat mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru tersebut.

(3) Agama

a. Pengertian Agama
Agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku, yang diusahakan oleh manusia untuk menaungi masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya.
Adapun ciri-ciri untuk mengidentifikasikan agama, antara lain terdiri atas bermacam-macam ritual, doa, nyanyian, tari-tarian, dan kubur untuk memanipulasi kekuatan supranatural yang terdiri atas dewa-dewa, arwah leluhur, maupun roh-roh. Dalam semua masyarakat ada orang-orang tertentu yang memiliki pengetahuan khusus tentang makhluk-makhluk dan kegiatan ritual (keagamaan).
Semua agama mempunyai fungsi-fungsi psikologi dan sosial yang penting. Agama mengurangi kegelisahan dan menerangkan apa yang tidak diketahui. Agama menanamkan tentang baik dan jahat juga benar dan salah. Melalui upacara agama dapat digunakan untuk memantapkan pelajaran tentang tradisi lisan.
Menurut mitos, orang Indian Tewa di New Mexico muncul dari sebuah danau sebelah utara tempat kediamannya sekarang. Bagi orang Tewa segala yang ada di dunia terbagi ke dalam enam kategori, yaitu tiga kategori manusia dan tiga kategori supranatural. Kategori supranatural tersebut tidak hanya dianggap identik dengan manusia, tetapi juga sesuai dengan dunia ilmiah.
Alfonso Ortiz seorang ahli antropologi berpendapat bahwa orang Tewa menganggap bahwa agama tidak hanya logis tetapi berfungsi dalam masyarakat.
Agama orang-orang Tewa benar-benar meresapi setiap aspek kehidupan. Itulah dasar pandangan dunia orang Tewa, tentang dunia yang satu, tetapi dualistis. Di dalamnya terdapat banyak titik pertemuan yang menyebabkan keduanya dilestarikan sebagai satu komunitas. Komunitas yang dikeramatkan dengan memberinya suatu asal-usul supranatural dan upacara peralihan (rites of passage).
Semua agama memenuhi banyak kebutuhan sosial dan psikologis, seperti kematian, kelahiran, dan lain-lain. Agama dapat menjadi sarana bagi manusia untuk mengingat diri dari kehidupan duniawi yang penuh penderitaan. Fungsi agama secara sosial tidak kalah pentingnya daripada fungsi psikologisnya.
Agama tradisional memperkuat norma-norma kelompok. Norma-norma merupakan sanksi moral untuk perbuatan-perbuatan perorangan dan merupakan nilai-nilai yang menjadi landasan keseimbangan masyarakat. Agama dalam masyarakat tidak hanya menarik pengikutpengikutnya tetapi telah menimbulkan kebangkitan yang kuat dari orang-orang fundamentalis dengan prasangka anti fundamentalis dan ilmu pengetahuan yang kuat pula. Dalam hal ini, fundamentalis adalah para penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner ingin kembali pada ajaran-ajaran agama seperti yang terdapat dalam kitab suci. Adapun fundamentalisme merupakan paham yang ingin memperjuangkan sesuatu yang cenderung secara radikal. Contohnya fundamentalisme Islam Ayatullah Khomeini di Iran dan fundamentalisme Kristen dari Jerry dan tokoh-tokoh lain di Amerika Serikat.
b. Pendekatan Antropologi terhadap Agama
Anthony F. C. Wallace mendefinisikan agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos. Definisi tersebut mengandung suatu pengakuan bahwa kalau tidak dapat mengatasi masalah serius yang menimbulkan kegelisahan, maka manusia mengatasinya dengan kekuatan supranatural. Untuk itu digunakan upacara keagamaan. Hal tersebut oleh Wallace dipandang sebagai gejala agama yang utama atau sebagai perbuatan (religion in action). Fungsi yang utama ialah untuk mengurangi kegelisahan dan untuk memantapkan kepercayaan kepada diri sendiri.
Jadi, agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang digunakan untuk mengendalikan aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikan. Kegiatan agama mungkin tidak begitu penting bagi kaum elit sosial karena mereka menganggap dirinya sendiri lebih dapat mengendalikan nasibnya sendiri, seperti bagi kaum petani atau anggota-anggota kelas bawah.
c. Praktik Keagamaan
Banyak nilai agama yang berasal dari praktik-praktik upacara keagamaan menimbulkan suatu rasa “transendensi pribadi”. Meskipun upacara dan praktik agama sangat beraneka ragam, bahkan upacara yang bagi kita kelihatan ganjil dan eksotis dapat dibuktikan melalui fungsi sosial dan psikologis.
d. Makhluk dan Kekuatan Supranatural
Salah satu ciri agama adalah kepercayaan kepada makhluk dan kekuatan supranatural. Adapun makhluk tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
1) Dewa dan Dewi
Dewa dan Dewi adalah makhluk-makhluk penting yang agak jauh dari manusia. Mereka masing-masing berkuasa atas bagian-bagian tertentu dari alam semesta. Misalnya: di Yunani terdapat Zeus (Dewa Langit).
2) Dewa-Dewa dan Dewi-Dewi seperti kepunyaan orang Yunani.
Misalnya suku bangsa Aztec di Mexi-co mengakui adanya pasangan dewa-dewi tertinggi, tetapi mereka tidak menaruh perhatian kepadanya. Alasannya karena mereka itu begitu jauh, perhatian suku bangsa Aztec dipusatkan kepada dewa-dewi yang secara langsung terlibat dalam permasalahan manusia.
3) Arwah Leluhur
Kepercayaan kepada arwah leluhur sejalan dengan pengertian yang tersebar luas bahwa manusia terdiri atas dua bagian, yaitu tubuh dan roh penghidupan. Mengingat gagasan atas konsep tersebut, maka roh yang ada pada orang meninggal dibebaskan dari tubuh dan tetap terus hidup di luar sana. Arwah leluhur dipercaya sangat mirip dengan orang yang masih hidup dalam hal selera, emosi dan perilaku.
e. Animisme
Salah satu kepercayaan yang meyakini tentang makhluk-makhluk supranatural adalah animisme. Sir Edward Taylor menemukan konsep tersebut. Pada tahun 1873 ia melihat banyak contoh animisme. Misalnya suku bangsa Dayak di Kalimantan percaya bahwa padi memiliki jiwa dan mereka mengadakan perayaan untuk mempertahankan jiwa tersebut untuk menghindari terjadinya kegagalan panen.
Kereta Kencana Keraton Jogjakarta. Sebagian masyarakat per-caya bahwa air bekas cucian kereta tersebut mengandung berkah keba-ikan.
Sebagian besar masyarakat In-donesia masih menganut kepercayaan animisme. Mereka meyakini suatu benda memiliki roh/jiwa yang harus dipuja, agar terhindar dari hidup yang buruk, mara bahaya, atau nasib buruk.
f. Animatisme
Animatisme adalah suatu sistem kepercayaan yang meyakini bahwa benda-benda atau tumbuhan yang ada di sekeliling manusia memiliki jiwa dan mampu berpikir, seperti manusia. Namun, sistem kepercayaan ini tidak menimbulkan aktivitas keagamaan guna memuja benda-benda dan tumbuhan tersebut. Akan tetapi hal itu dapat menjadi unsur dalam sebuah religi.
Benda-benda pusaka atau senjata dianggap memiliki kesaktian dan menimbulkan kepercayaan bagi masyarakat tertentu. Misal: benda keramat yang bernama “Kereta Kencana” dari Keraton Jogjakarta. Pada setiap tanggal 1 Muharram (Suro), kereta kencana tersebut dimandikan. Bekas air penyiraman itu diperebutkan oleh banyak orang, karena mereka percaya bahwa air tersebut dapat memberi tuah awet muda dan mudah mendapat rezeki.
g. Petugas keagamaan
Pendeta (pria dan wanita) adalah spesialis keagamaan yang bekerja penuh (full time). Orang-orang seperti itu sangat mahir menghubungi, memengaruhi dan memanipulasi kekuatan-kekuatan supranatural. Ia telah menjalani inisiasi sosial dan dilantik dengan upacara sebagai anggota organisasi keagamaan yang diakui, dengan kedudukan, dan tugas yang menjadi miliknya sebagai pewaris jabatan yang sebelumnya dipegang orang lain. Sumber kekuasaannya adalah masyarakat dan lembaga di mana pendeta pria dan wanita itu bertugas.
h. Shaman
Shaman adalah orang-orang yang secara individual memiliki kemampuan khusus dan biasanya berada di tempat yang sunyi dan terpencil. Apabila roh yang Mahabesar (The Great of Spirit) dan Mahakuat (The Power) telah diperoleh maka ia akan mampu menyembuhkan atau meramal. Apabila kembali ke tengah-tengah masyarakat, ia akan mendapat tugas keagamaan jenis lain, yaitu sebagai shaman.
Di Amerika Serikat jutaan orang telah mengetahui tentang Shaman. Pengetahuan tersebut diperoleh dari membaca otobiografi Black Elk, seorang dukun (medicine man) tradisional dalam buku Indian Sioux atau cerita-cerita yang berupa khayalan.
Di kalangan masyarakat Indian Crow, setiap orang laki-laki dapat menjadi Shaman. Hal itu dapat terjadi karena tidak ada organisasi keagamaan yang membuat undang-undang untuk mengatur kesadaran di bidang agama. Cara-cara yang dilakukan untuk menjadi Shaman antara lain dengan berpuasa bahkan menyiksa dirinya sendiri.
Unsur-unsur dalam Shamanisme, antara lain sifat benci, keadaan tak sadar (france), dan berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti.
Shaman pada hakikatnya ialah seorang pengusaha agama yang bekerja untuk kepentingan seseorang yang menjadi kliennya. Sebagai imbalan atas jasa-jasanya yang diberikan, Shaman kadang-kadang memungut upah daging segar atau harta yang disukainya.
Sebuah aspek khusus Shamanisme yang oleh orang Barat dianggap menganggu ialah perempuan-perempuan yang biasanya terdapat di dalam praktik Shamanisme itu. Kenyataan lain bahwa klien melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak perlu.
i. Ritual dan Perayaan Keagamaan
Ritual keagamaan merupakan sarana yang menghubungkan manusia dengan hal-hal yang bersifat kramat. Ritual dapat memperkuat ikatan sosial, kelompok, dan mengurangi ketegangan. Para ahli antropologi telah mengklasifikasikan beberapa tipe ritual antara lain sebagai berikut:
1) Upacara Peralihan (Inisiasi)
Upacara peralihan (rites of passage) adalah upacara keagamaan yang berhubungan dengan tahaptahap penting dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, kematian, dan perkawinan.
Arnold van Gennep menganalisis upacara peralihan yang membawa manusia melintasi krisis yang menentukan dalam kehidupannya seperti kelahiran, pubertas, perwakilan menjadi ayah/ibu, dan lain-lain. Van Gennep memaparkan upacara inisiasi (peralihan) untuk orang laki-laki suku bangsa asli Australia. Apabila para sesepuh telah menentukan waktunya, maka anak laki-laki diambil dari desa, di bawah tangis kaum wanita yang menurut upacara pura-pura menentang. Klimaks upacara ini berupa penggarapan badaniah, seperti pencabutan gigi.
Selama upacara pubertas di Australia itu, anak yang diinisiasikan harus mempelajari adat dan pengetahuan sukunya. Dalam masyarakat buta aksara, metode belajar yang efektif seperti itu diperlukan untuk kelestarian masyarakat si anak baru (novice). Hal itu disambut dengan upacara-upacara seolah-olah ia kembali dari alam orang-orang mati.
2) Upacara Intensifikasi
Upacara intensifikasi adalah upacara yang menyertai keadaan krisis dalam kehidupan kelompok dan bukan dalam kehidupan individu. Misalnya krisis kurang hujan sehingga membahayakan tanaman dan menggelisahkan semua orang. Oleh karena itu, diadakan upacara massal untuk meredakan bahaya tersebut. Sementara kematian orang dianggap krisis terakhir dalam kehidupan individu. Oleh karena itu, orang-orang yang masih hidup harus mengembalikan keseimbangan itu. Misalnya salah satu bagian dari upacara kematian orang Melanesia ialah memakan daging orang yang meninggal. Hal itu dilaksanakan dengan rasa jijik dan disusul dengan muntah-muntah hebat. Menurut Malinowski upacara penguburan merupakan sarana kolektif untuk mengungkapkan perasaan pribadi dengan cara direstui masyarakat dan untuk memelihara persatuan.
Penyelenggaraan upacara itu tidak terbatas hanya kalau ada krisis terbuka khususnya negara-negara yang hidup dari hortikultura dan pertanian. Upacara biasanya dilakukan berhubungan dengan masa tanam, masa berbuah, dan masa panen.
i. Fungsi Agama
Praktik keagamaan mengandung beberapa fungsi psikologis dan sosial. Di sini fungsi-fungsi tersebut menjadi lebih penting, yaitu menyediakan model alam semesta secara teratur yang berperan untuk keteraturan manusia. Dengan keadaan tersebut, maka terciptalah keadaan yang baik untuk mengatasi krisis secara teoritis.
Pada dasarnya, individu menaruh kepercayaan penuh terhadap sesuatu yang mendasari mereka untuk melakukan sesuatu. Kenyakinan ini disebut dengan agama atau religi. Secara umum agama memiliki dua fungsi penting, yaitu:
1) Fungsi Psikologis
Fungsi psikologis agama adalah membebaskan setiap anggota masyarakat dari lepasnya tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, setidak-tidaknya dalam situasi yang penting.
Memberi ketenangan dan mengurangi kegelisahan karena percaya ada bantuan supranatural yang dapat diharapkan saat terjadi bencana Memberi tuntunan melalui penggambaran atau cerita makhluk supranatural
2) Fungsi Sosial
Fungsi sosial dari agama adalah memberi sanksi kepada sejumlah besar tata kelakuan yang menyimpang. Dalam konteks ini agama memegang peranan penting dalam pengendalian sosial. Hal itu terlaksana melalui pengertian tentang baik dan jahat.
Fungsi sosial dari agama adalah :
a) Memberi sanksi kepada sejumlah besar tata kelakuan
b) Pemeliharaan solidaritas sosial
c) Pendidikan
d) Tertib sosial

(2) Hubungan dan Fungsi bahasa, Seni dan Agama/Religi/Kepercayaan

Keberagaman kebudayaan suku-suku bangsa timbul karena berbagai sebab, baik yang berasal dari luar masyarakat (faktor eksternal) maupun dari dalam masyarakat sendiri (faktor internal). Faktor internal adalah pengaruh unsur-unsur kebudayaan universal terhadap keberagaman kebudayaan suku-suku bangsa.
Dari beberapa unsur-unsur kebudayaan universal seperti yang sudah diterangkan di atas, akan kita kaji di antaranya kesenian, bahasa, dan sistem religi.
1. Bahasa
Manusia sebagai suatu bagian dari masyarakat, tidak dapat hidup sendiri. Manusia harus melakukan interaksi dengan manusia lain. Untuk itu diperlukan suatu sarana yang dapat dipakai untuk berinteraksi. Interaksi yang dilakukan untuk menjalin komunikasi tersebut adalah bahasa. Bahasa yang secara alami muncul tidak hanya berasal dari satu sumber masukan bahasa, namun menyerap dan mendapat sumbangan bahasa dari masyarakat lain. Bahasa yang digunakan atas hasil serapan tersebut ditimbulkan karena adanya interaksi yang berkelanjutan dan dalam waktu yang cukup panjang. Dengan interaksi yang intensif dengan banyak individu yang berasal dari banyak suku bangsa, maka ranah kosakata semakin kaya.
Suatu bahasa muncul awalnya berasal dari bahasa lisan. Dalam perkembangannya, setelah tercipta simbol berupa gambar dan kemudian huruf, bahasa ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan. Dengan demikian suatu bahasa berkembang menjadi dua macam, yaitu bahasa lisan dan tulis. Umumnya bahasa tulis dan lisan sangat berbeda. Bahasa lisan digunakan secara lisan saat komunikasi dengan orang lain dan biasanya dilakukan secara langsung. Namun bahasa tulis, biasanya berupa tulisan dengan menggunakan huruf-huruf tulis. Bahasa lisan dipakai secara tidak langsung.
Suku-suku bangsa di berbagai daerah di Indonesia memiliki bahasa masing-masing sebagai alat komunikasi, antara lain sebagai berikut:
a. Dalam pergaulan antar sesamanya suku bangsa Aceh berbicara dengan bahasa daerahnya sendiri, yaitu bahasa Aceh;
b. Masyarakat Tapanuli dalam pergaulan di antara mereka sendiri berbicara dengan bahasa Batak;
c. Demikian halnya suku bangsa Melayu, Jawa, Betawi, Sunda, Bugis, Makassar, Ambon, Papua dan sebagainya mereka berbicara dengan sesamanya menggunakan bahasa daerah masing-masing.
Betapa beragamnya suku-suku bangsa di Indonesia, mereka berbicara menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Jika kedapatan ada seseorang dari suku bangsa Jawa berbicara dalam bahasa Jawa di hadapan orang dari suku bangsa Bugis yang sama sekali tidak mengerti bahasa Jawa, tentu saja tidak akan terjadi komunikasi. Oleh karena itu, dalam arena pergaulan antarsuku bangsa digunakan bahasa yang dimengerti oleh semua suku bangsa, yaitu bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sendiri dikembangkan dari bahasa Melayu. Pada waktu itu, bahasa Melayu sudah menjadi bahasa pergaulan, terutama di pelabuhan-pelabuhan dan tempat-tempat bertemunya orang-orang yang datang dari berbagai daerah. Suku bangsa Jawa yang berdagang ke Sumatra misalnya berbicara dengan rekan dagangnya dalam bahasa Melayu. Demikian pula orang-orang dari suku lain dalam pergaulan antarsuku menggunakan bahasa Melayu. Oleh karena itu, bahasa Melayu merupakan bahasa pergaulan (lingua franca). Berdasarkan kondisi tersebut, maka bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa persatuan dengan nama bahasa Indonesia.
2. Kesenian
Manusia sebagai makhluk yang penuh dengan kreasi, cenderung menciptakan sesuatu yang indah untuk memuaskan batinnya. Manusia menciptakan sesuatu yang indah untuk dapat dinikmati. Kebutuhan tersebut muncul untuk memberi suatu hiburan.
Kebutuhan yang semula hanya memenuhi keinginan batin semata bergeser menjadi komersil. Kebutuhan akan keindahan, dipergunakan menjadi sebuah kegiatan yang menghasilkan uang. Kegiatan berkesenian menjadi suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Namun demikian, di balik itu semua, manusia suka akan keindahan. Suka akan sesuatu yang membuat hati menjadi nikmat dan nyaman. Kebutuhan itu dipenuhi melalui bentuk kesenian.
Kesenian yang ada pada masa ini di antaranya adalah:
1) seni patung,
2) seni relief,
3) seni lukis dan gambar,
4) seni rias,
5) seni vokal,
6) seni instrumental,
7) seni kesusastraan,
8) seni drama, serta
9) seni tari.
Seni adalah penggunaan kreatif imajinasi manusia untuk menerangkan, memahami, dan menikmati kehidupan. Dalam kebudayaan-kebudayaan lain, seni sering digunakan untuk keperluan yang dianggap penting dan praktis.
Para ahli antropologi telah menemukan bahwa seni mencerminkan nilai-nilai kebudayaan dan perhatian rakyat. Dari hal itu ahli, antropologi dapat mengetahui bagaimana suatu bangsa mengatur negaranya dan mengetahui sejarahnya.
Demikian juga seni musik, patung, dan seni rupa dapat menjadi sarana untuk memahami pandangan dunia seseorang. Adapun melalui studi distribusional, kesenian dapat menjadi gambaran tentang sejarah bangsa.
Di samping menambah kenikmatan dalam hidup sehari-hari, kesenian mempunyai fungsi yang beraneka ragam. Fungsi mitos misalnya menentukan norma untuk perilaku yang teratur, kesenian verbal umumnya meneruskan adat istiadat dan nilai-nilai budaya. Ada juga yang berupa nyanyian, musik, dan lain-lain.
Seni adalah produk jenis perilaku manusia yang khusus, yaitu penggunaan imajinasi kreatif untuk menerangkan, memahami, dan menikmati hidup. Misalnya kita dapat mendengar lagu tentang laut yang monoton demi kepuasan estetis saja. Namun demikian, pada kenyataannya ketika orang menggunakan perahu layar lagu itu memberi semangat dan sangat bermanfaat.
Hubungan antara seni dan aspek-aspek kebudayaan adalah biasa dalam masyarakat di seluruh dunia. Hal itu juga perlu adanya kombinasi khusus yang sama antara lambang yang mewakili bentuk dan ungkapan perasaan yang merupakan imajinasi kreatif. Tanpa adanya permainan-permainan imajinasi kita menjadi bosan, dan dapat mematikan produktivitas.
Oleh karena itu, kesenian bukan suatu kemewahan yang hanya dimiliki dan dinikmati oleh kelompok kecil seniman, namun juga semua orang yang normal dan ikut serta berperan aktif. Dalam kesenian, kita bebas menciptakan pola, alur cerita, ritme yang sesuai dengan pikiran kita.
a. Seni Verbal
Istilah folklore diciptakan pada abad ke-19 untuk menunjukkan dongeng, kepercayaan, dan adat kebiasaan yang tidak tertulis dari kaum tani Eropa sebagai lawan tradisi kaum elit terpelajar. Ahli linguistik dan antropologi lebih suka berbicara tentang tradisi lisan dan seni verbal suatu kebudayaan daripada folklore dan dongeng rakyat.
Kesenian verbal meliputi cerita drama, puisi, peribahasa, bahkan memberi prosedur, pujian dan sebagainya. Hal-hal tersebut mudah dipublikasikan dan memiliki daya tarik populer dari kebudayaan rakyat. Pada umumnya cerita tersebut terbagi menjadi tiga kategori pokok, yaitu mitos, legenda, dan dongeng.
1) Mitos
Mitos atau mite (myth) adalah cerita tentang peristiwa-peristiwa historis yang menerangkan masalah-masalah akhir kehidupan manusia. Mitos adalah cerita prosa rakyat yang tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos tidak boleh disamakan dengan fabel, legenda, cerita rakyat, dongeng, anekdot atau kisah fiksi. Mitos dan agama juga berbeda, namun meliputi beberapa aspek.
Sedangkan mitologi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), adalah ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan Dewa dan makhluk halus di suatu kebudayaan. Istilah Mitologi telah dipakai sejak abad 15, dan berati “ilmu yang menjelaskan tentang mitos”. Mitologi Indonesia adalah istilah untuk menyebutkan mitologi di indonesia. Mitologi Indonesia biasanya dipenuhi oleh nilai-nilai dan petuah kehidupan. Oleh karena itu, kebanyakan kisah-kisah Mitologi dapat diambil hikmahnya. Sebagai mitologi, sangatlah umum kalau diceritakan dari mulut ke mulut. Mengenai proses penyampaiannya, sudah pasti akan ada beberapa versi dari satu mitologi.
Pada dasarnya mitos bersifat religius dan masalah yang dibicarakan adalah masalah-masalah pokok kehidupan manusia, antara lain dari mana asal kita, mengapa kita di sini, ke mana tujuan kita, dan sebagainya. Mitos pada umumnya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia, bentuk khas binatang, bentuk topografi, petualangan para dewa, kisah percintaan mereka dan sebagainya. Mitos itu sendiri, ada yang berasal dari indonesia dan ada juga yang berasal dari luar negeri.
Mitos yang berasal dari luar negeri pada umumnya telah mengalami perubahan dan pengolahan lebih lanjut, sehingga tidak terasa asing lagi yang disebabkan oleh proses adaptasi karena perubahan zaman. Menurut Moens-Zoeb, orang jawa bukan saja telah mengambil mitos-mitos dari India, melainkan juga telah mengadopsi dewa-dewa Hindu sebagai dewa Jawa. Bahkan orang Jawa pun percaya bahwa mitos-mitos tersebut terjadi di Jawa. Di Jawa Timur misalnya, Gunung Semeru dianggap oleh orang Hindu Jawa dan Bali sebagai gunung suci Mahameru atau sedikitnya sebagai Puncak Mahameru yang dipindahkan dari India ke Pulau Jawa.
Mitos di Indonesia biasanya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, terjadinya susunan para dewa, terjadinya manusia pertama, dunia dewata, dan terjadinya makanan pokok. Mengenai mite terjadinya padi, dikenal adanya Dewi Sri yang dianggap sebagai dewi padi orang Jawa. Menurut versi Jawa Timur, Dewi Sri adalah putri raja Purwacarita. Ia mempunyai seorang saudara laki-laki yang bernama Sadana. Pada suatu hari selagi tidur, Sri dan Sadana disihir oleh ibu tirinya dan Sadana diubah menjadi seekor burung layang-layang sedangkan Sri diubah menjadi ular sawah.
Mitologi tentang tokoh-tokoh rakyat di seluruh dunia, seperti cerita Oedipus, Theseus, Romulus, dan Nyikang mengandung unsur-unsur seperti, ibunya seorang perawan; ayahnya seorang raja; terjadi proses perkawinan yang tidak wajar dan lain-lain.
Contoh: mitos suku Fon di Afrika Barat. Pada awal mulanya bintang kelihatan pada malam hari maupun siang hari. Pada suatu hari, bulan mengatakan pada matahari bahwa anak-anak mereka ingin bersinar melebihi mereka, dengan perjanjian mengikat bintang-bintang dalam karung dan melemparnya. Akan tetapi bulan tidak menepati perjanjian itu dan membiarkan anak-anaknya bersinar di malam hari, sejak itulah matahari menjadi musuh bebuyutan bulan yang kemudian dikejar-kejar untuk membalas dendam. Apabila terjadi gerhana, matahari hendak menahan bulan dan orang-orang keluar rumah lalu menabuh gendang agar matahari melepaskannya.
Mitos yang demikian dipercaya, diterima, dan tetap dilestarikan sebagai pandangan hidup bagi rakyat. Mitos merupakan paparan yang menerangkan secara implisit tentang tempat mereka di tengah-tengah alam dan tentang seluk-beluk dunia mereka. Mengkaji tentang mitos merupakan jenis kreativitas manusia yang sangat penting dan juga memberi petunjuk-petunjuk yang berharga.
2) Legenda
Legenda (Latin legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dianggap sebagai “sejarah” kolektif (folk history). Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda harus dibersihkan terlebih dahulu bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-sifat folklore.
Menurut Pudentia (1998), legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang juga membedakannya dengan mite. Dalam KBBI 2005, legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Menurut Emeis, legenda adalah cerita kuno yang setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-angan. Menurut William R. Bascom, legenda adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Menurut Hooykaas, legenda adalah dongeng tentang hal-hal yang berdasarkan sejarah yang mengandung sesuatu hal yang ajaib atau kejadian yang menandakan kesaktian.
Legenda adalah cerita turun temurun dari zaman dahulu yang menceritakan perbuatan-perbuatan pahla-wan, perpindahan penduduk, dan pembentukan adat istiadat lokal. Legenda tidak banyak mengandung masalah, tetapi juga lebih kompleks daripada mitos. Legenda berfungsi untuk menghibur dan memberi pela-jaran serta menambah kebang-gaan seseorang atas keluarga, suku atau bangsanya.
Legenda yang lebih panjang kadang-kadang berbentuk puisi atau prosa yang dikenal dengan nama epik. Legenda dapat mengandung rincian mitologis, khususnya kalau menyinggung keadaan suprana-tural. Oleh karena itu, kadang legenda tidak dapat dibedakan secara jelas dengan mitos. Contoh legenda di tanah air kita ialah, legenda Sangkuriang yang mence-ritakan terjadinya gunung Tangkuban Perahu, legenda batu menangis di Kalimantan, legenda Si Lancang, yang memiliki kemiripan dengan cerita Malin Kundang, legenda candi Roro Jonggrang, dan lain-lain. Di dalam kebudayaan kita, pembunuh, pembual bisa menjadi pahlawan rakyat dan menjadi cerita legenda, seperti cerita Ken Arok.
3) Dongeng
Dongeng, merupakan suatu kisah yang di angkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral, yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan mahluk lainnya. Dongeng juga merupakan dunia hayalan dan imajinasi, dari pemikiran seseorang yang kemudian di ceritakan secara turun-temurun dari generasi kegenerasi. terkadang kisah dongeng bisa membawa pendengarnya terhanyut kedalam dunia fantasi, tergantung cara penyampaian dongeng tersebut dan pesan moral yang disampaikan.
Kata dongeng dianggap sekuler murni, dishistoris, dan berupa cerita khayalan. Dongeng-dongeng internasional yang populer adalah tentang si bodoh. Versi-versi tersebut dicatat di Indonesia, India, Timur Tengah, Spanyol, dan Italia.
Dongeng tersebut diklasifikasikan dalam katalog sebagai dongeng yang mengandung situasi cerita atau motif dasar. Setiap versi dongeng mempunyai struktur urutan kejadian yang kadang-kadang disebut sintaksis cerita. Terbukti dalam kebudayaan tertentu orang akan mengategorikan dongeng-dongeng lokal, dongeng hewan, tipu muslihat, hantu, moral, dan sebagainya.
Kisah dongeng sering diangkat menjadi saduran, dari kebanyakan sastrawan dan penerbit lalu dimodifikasi menjadi dongeng ala modern. Salah satu dongeng yang sampai saat ini masih diminati anak-anak ialah kisah 1001 malam, sekarang kisah asli dari dongeng tersebut hanya di ambil sebagin-sebagian, kemudian di modifikasi dan ditambah, bahkan ada yang di diganti sehingga melenceng jauh dari kisah dongeng aslinya. sekarang kisah aslinya seakan telah ditelan oleh usia zaman dan waktu.
Seperti halnya legenda, dongeng sering menggambarkan pemecahan lokal etis yang terdapat secara universal. Makin sering kita mengamati berbagai kesenian secara terpisah makin jelas bahwa kesenian saling berhubungan.
Misalnya: cerita laba-laba, kelinci, kucing sebagai pelaku utama atau Brer Fol (saudara rubah), Uncle Remus (saudara kelinci), dan sebagainya.
b. Seni Musik
Studi seni musik dimulai pada abad ke-19 dengan pengambilan nyanyian-nyanyian rakyat. Dalam perkembangan muncul cabang ilmu khusus, yang disebut etnomusikologi. Etnomusikologi merupakan cabang dari musikologi yang diartikan sebagai “pembelajaran aspek sosial dan budaya terhadap musik dan tarian dalam konteks lokal dan global.”
Dicetuskan oleh Jaap Kunst dari kata Yunani ethnos (bangsa) dan mousike (musik), sering dianggap sebagai antropologi atau etnografi musik. Jeff Todd Titon menyebutnya sebagai pembelajaran mengenai “orang-orang yang membuat musik.” Meskipun sering dianggap sebagai pembelajaran terhadap musik non-Barat, etnomusikologi juga meliputi pembelajaran musik Barat dari sudut pandang antropologi atau sosiologi.
1) Unsur-Unsur Musik
Pada umumnya musik manusia berbeda dengan musik alamiah. Misalnya suara nyanyian burung, srigala, ikan paus, dan sebagainya.
Dalam sistem Barat atau Eropa, jarak antara nada dasar dan nada atas yang pertama disebut oktaf. Oktaf terdiri atas tujuh tingkatan nada, dan diberi nama A sampai G. Meskipun demikian hanya nada atas yang merupakan sebagian dari dasar yang dapat dianggap sebagai gejala alamiah sesungguhnya.
2) Fungsi Musik
Ahli antropologi banyak mendapat manfaat dengan mempelajari fungsi musik dalam masyarakat. Pertama jarang dikatakan bahwa kebudayaan tidak memiliki jenis musik. Bahkan orang-orang Tasaday di Filipina, yaitu sekelompok orang penghuni hutan yang baru-baru ini ditemukan oleh dunia luar, telah menggunakan alat musik semacam harpa bambu yang disebut “kubing”. Semua itu adalah bentuk perilaku sosial yang merupakan contoh komunikasi dan suatu pemerataan perasaan hidup bagi orang lain.
Fungsi musik yang paling jelas terdapat dalam nyanyian. Para peneliti musik dahulu terkesan pentatogis yang kelihatan sederhana. Sebagian besar musik nonbarat dikesampingkan karena musik nonbarat dianggap sebagai musik “primitif” tanpa bentuk, kurang istimewa, dan dianggap sepele.
c. seni Patung
Dalam arti luas seni patung adalah seni tiga dimensi. Setiap bentuk tiga dimensi dapat disebut patung. Misalnya sebuah gapura, monumen atau bangu-nan yang mengandung pokok-pokok artistik yang sama dengan patung, to-peng atau arca.
Seorang seniman telah memberi bentuk nyata terhadap perasaan dan gagasan untuk menciptakan atau mencipta ulang bentuk-bentuk yang lebih bermakna. Dalam arti sempit patung dapat diartikan sebagai hasil karya yang tidak langsung untuk kepentingan tertentu dan dibuat dari bahan keras atau bahan semi permanen.
Kata “seni patung” agaknya berbeda dengan kegiatan kreatif yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Istilah seni patung digantikan dengan istilah “seni plastik”. Barang-barang yang jelas dibuat dengan keterampilan tidak sepenuhnya dianggap sebagai patung karena agak sederhana, tidak permanen, dan ukuran tidak besar. Barang-barang hasil keterampilan disebut sebagai hasil kerajinan.
Sebuah mobil, misalnya sebagus apapun bentuk-nya, dan di manapun penempatannya, mobil merupa-kan benda yang dikagumi dan berfungsi sebagai lambang dari kebudayaan kita.
Adapun yang disebut seni patung atau seni plastik biasanya tidak artistik secara kebetulan, tetapi karena rekayasa seorang seniman, misalnya patung “Daud” dari Michaelangelo adalah patung representatif, tentang suatu kejelekan manusia. Patung itu juga abstrak sejauh patung itu menggeneralisasikan ideal keindahan tubuh laki-laki, kekuatan yang mantap, dan ketenangan emosinya.